Kontroversi Kebijakan PPN 12 Persen
Pengantar
Kebijakan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025, telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Polemik muncul karena adanya berbagai penolakan dari elemen masyarakat terhadap kebijakan tersebut.
Tanggapan Politisi PDIP
Politisi PDIP, Wakil Ketua Banggar dan Anggota Komisi XI DPR RI, Wihadi Wiyanto, memberikan tanggapannya terkait opini yang berkembang terutama yang dilontarkan politisi PDIP lainnya. Ia merespons Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit, yang menyebut pemerintah bisa mengusulkan penurunan tarif PPN.
Penjelasan Wihadi Wiyanto
Menurut Wihadi, pemerintah tidak bisa secara sembarangan menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Ia juga menyoroti bahwa Dolfie selaku kader dari PDIP tidak membaca secara utuh setiap beleid yang termaktub dalam payung hukum tersebut.
Pasal 7 Ayat 4 UU HPP
Legislator dari Fraksi Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto, menjelaskan bahwa pada Pasal 7 ayat 4 UU HPP dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) untuk menentukan asumsi PPN dengan rentang tarif 5 sampai 15 persen bisa dibuat atas dasar persetujuan DPR pada tahap pembahasan Rancangan APBN (RAPBN). Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa secara sepihak memotong tarif PPN, terutama karena APBN untuk tahun anggaran 2025 telah disepakati oleh pemerintah dan DPR periode 2019-2029.
Kesimpulan
Dengan adanya perbedaan pendapat antara politisi mengenai kebijakan PPN 12 persen, polemik ini terus berkembang di tengah masyarakat. Penting bagi semua pihak untuk memahami secara mendalam aturan yang berlaku dan berkomunikasi secara efektif untuk mencapai kesepakatan yang baik demi kepentingan bersama.