Perdebatan Kenaikan PPN 12 Persen dan Respons Sekjen Gerindra
Pendahuluan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Penerapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terutama terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen dan mulai berlaku 1 Januari 2025 terus menuai perdebatan. Bahkan kini pernyataan elite politik mulai terkesan menyerang satu sama lain.
Reaksi dari Elite Politik
Misalnya saja pernyataan kader PDIP yang dinilai menyalahkan pemerintahan Prabowo Subianto. Begitu juga kader Gerindra yang menilai pernyataan yang dilontarkan elite PDIP terkesan provokatif.
Penegasan dari Sekjen Gerindra
Merespons kondisi itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra, Ahmad Muzani membantah partainya menyerang PDI Perjuangan terkait kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang akan diterapkan mulai Januari 2025. Menurut Muzani, kebijakan tersebut merupakan produk legislasi kolektif yang disetujui bersama.
Penjelasan Ahmad Muzani
Dia menyebut bahwa beberapa pernyataan yang dikeluarkan kadernya terkait hal tersebut, hanya menegaskan bahwa kebijakan untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen yang menjadi amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) merupakan produk legislasi kolektif.
“Teman-teman Gerindra ingin mengatakan bahwa ini kan undang-undang yang juga disetujui bersama, diinisiasi bersama, jangan kemudian seolah-olah persetujuan bersama-sama, kemudian kesannya ya, ini kan produk bersama, gitu lho kira-kira,” ujarnya.
Sikap Terhadap PDIP
Meski demikian, dia menghargai sikap PDIP terhadap kebijakan kenaikan PPN 12 persen per 1 Januari 2025 sebagai sebuah pandangan yang lumrah. Menurutnya, memberikan pandangan adalah hal yang wajar dalam demokrasi.
Kesimpulan
Dalam kontroversi terkait kenaikan PPN 12 persen, penting bagi semua pihak untuk menjaga sikap yang bijaksana dan menghormati pendapat orang lain. Demokrasi memungkinkan perbedaan pendapat, namun hal tersebut harus diutarakan dengan cara yang sopan dan tidak menyinggung pihak lain.